Rabu, 08 Februari 2012

larangan pacaran


Dalam Islam, hubungan antara pria dan wanita dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan hubungan nonmahram. Hubungan mahram adalah seperti yang disebutkan dalam Surah An-Nisa 23, yaitu mahram seorang laki-laki (atau wanita yang tidak boleh dikawin oleh laki-laki) adalah ibu (termasuk nenek), saudara perempuan (baik sekandung ataupun sebapak), bibi (dari bapak ataupun ibu), keponakan (dari saudara sekandung atau sebapak), anak perempuan (baik itu asli ataupun tiri dan termasuk di dalamnya cucu), ibu susu, saudara sesusuan, ibu mertua, dan menantu perempuan. Maka, yang tidak termasuk mahram adalah sepupu, istri paman, dan semua wanita yang tidak disebutkan dalam ayat di atas.
Uturan untuk mahram sudah jelas, yaitu seorang laki-laki boleh berkhalwat (berdua-duaan) dengan mahramnya, semisal bapak dengan putrinya, kakak laki-laki dengan adiknya yang perempuan, dan seterusnya. Demikian pula, dibolehkan bagi mahramnya untuk tidak berhijab di mana seorang laki-laki boleh melihat langsung perempuan yang terhitung mahramnya tanpa hijab ataupun tanpa jilbab (tetapi bukan auratnya), semisal bapak melihat rambut putrinya, atau seorang kakak laki-laki melihat wajah adiknya yang perempuan. Aturan yang lain yaitu perempuan boleh berpergian jauh/safar lebih dari tiga hari jika ditemani oleh laki-laki yang terhitung mahramnya, misalnya kakak laki-laki mengantar adiknya yang perempuan tour keliling dunia. Aturan yang lain bahwa seorang laki-laki boleh menjadi wali bagi perempuan yang terhitung mahramnya, semisal seorang laki-laki yang menjadi wali bagi bibinya dalam pernikahan.
Hubungan yang kedua adalah hubungan nonmahram, yaitu larangan berkhalwat (berdua-duaan), larangan melihat langsung, dan kewajiban berhijab di samping berjilbab, tidak bisa berpergian lebih dari tiga hari dan tidak bisa menjadi walinya. Ada pula aturan yang lain, yaitu jika ingin berbicara dengan nonmahram, maka seorang perempuan harus didampingi oleh mahram aslinya. Misalnya, seorang siswi SMU yang ingin berbicara dengan temannya yang laki-laki harus ditemani oleh bapaknya atau kakaknya. Dengan demikian, hubungan nonmahram yang melanggar aturan di atas adalah haram dalam Islam. Perhatikan dan renungkanlah uraian berikut ini.
Firman Allah SWT yang artinya, ?Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.? (Al-Isra: 32).
?Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki: ?Hendaklah mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya ?.? Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin perempuan: ?Hendaknya mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya dan menjaga kemaluannya ??.?
(An-Nur: 30?31).
Menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak dilepas begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan merasakan kelezatan atas birahinya kepada lawan jenisnya yang beraksi. Pandangan dapat dikatakan terpelihara apabila secara tidak sengaja melihat lawan jenis kemudian menahan untuk tidak berusaha melihat mengulangi melihat lagi atau mengamat-amati kecantikannya atau kegantengannya.
Dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, ?Saya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab Nabi, ?Palingkanlah pandanganmu itu!? (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmizi).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, ?Kedua mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau diingkari oleh alat kelamin.? (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah).
?Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.? (HR Bukhari).
Rasulullah saw. berpesan kepada Ali r.a. yang artinya, ?Hai Ali, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh.? (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Al-Hakim meriwayatkan, ?Hati-hatilah kamu dari bicara-bicara dengan wanita, sebab tiada seorang laki-laki yang sendirian dengan wanita yang tidak ada mahramnya melainkan ingin berzina padanya.?
Yang terendah adalah zina hati dengan bernikmat-nikmat karena getaran jiwa yang dekat dengannya, zina mata dengan merasakan sedap memandangnya dan lebih jauh terjerumus ke zina badan dengan, saling bersentuhan, berpegangan, berpelukan, berciuman, dan seterusnya hingga terjadilah persetubuhan.
Ath-Thabarani dan Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ?Allah berfirman yang artinya, ?Penglihatan (melihat wanita) itu sebagai panah iblis yang sangat beracun, maka siapa mengelakkan (meninggalkannya) karena takut pada-Ku, maka Aku menggantikannya dengan iman yang dapat dirasakan manisnya dalam hatinya.?
Ath-Thabarani meriwayatkan, Nabi saw. bersabda yang artinya, ?Awaslah kamu dari bersendirian dengan wanita, demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tiada seorang lelaki yang bersendirian (bersembunyian) dengan wanita malainkan dimasuki oleh setan antara keduanya. Dan, seorang yang berdesakkan dengan babi yang berlumuran lumpur yang basi lebih baik daripada bersentuhan bahu dengan bahu wanita yang tidak halal baginya.?
Di dalam kitab Dzamm ul Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan dari Abu al-Hasan al-Wa?ifdz bahwa dia berkata, ?Ketika Abu Nashr Habib al-Najjar al-Wa?idz wafat di kota Basrah, dia dimimpikan berwajah bundar seperti bulan di malam purnama. Akan tetapi, ada satu noktah hitam yang ada wajahnya. Maka orang yang melihat noda hitam itu pun bertanya kepadanya, ?Wahai Habib, mengapa aku melihat ada noktah hitam berada di wajah Anda?? Dia menjawab, ?Pernah pada suatu ketika aku melewati kabilah Bani Abbas. Di sana aku melihat seorang anak amrad dan aku memperhatikannya. Ketika aku telah menghadap Tuhanku, Dia berfirman, ?Wahai Habib?? Aku menjawab, ?Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah.? Allah berfirman, ?Lewatlah Kamu di atas neraka.? Maka, aku melewatinya dan aku ditiup sekali sehingga aku berkata, ?Aduh (karena sakitnya).? Maka. Dia memanggilku, ?Satu kali tiupan adalah untuk sekali pandangan. Seandainya kamu berkali-kali memandang, pasti Aku akan menambah tiupan (api neraka).?
Hal tersebut sebagai gambaran bahwa hanya melihat amrad (anak muda belia yang kelihatan tampan) saja akan mengalami kesulitan yang sangat dalam di akhirat kelak.
?Semalam aku melihat dua orang yang datang kepadaku. Lantas mereka berdua mengajakku keluar. Maka, aku berangkat bersama keduanya. Kemudian keduanya membawaku melihat lubang (dapur) yang sempit atapnya dan luas bagian bawahnya, menyala api, dan bila meluap apinya naik orang-orang yang di dalamnya sehingga hampir keluar. Jika api itu padam, mereka kembali ke dasar. Lantas aku berkata, ?Apa ini?? Kedua orang itu berkata, ?Mereka adalah orang-orang yang telah melakukan zina.? (Isi hadis tersebut kami ringkas redaksinya. Hadis di ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Di dalam kitab Dzamm ul-Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. dan Ibn Abbas r.a., keduanya berkata, Rasulullah saw. Berkhotbah, ?Barang siapa yang memiliki kesempatan untuk menggauli seorang wanita atau budak wanita lantas dia melakukannya, maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan akan memasukkan dia ke dalam neraka. Barang siapa yang memandang seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Barang siapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan dibelenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Dan, barang siapa yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda, dan bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut.?
?Atha? al-Khurasaniy berkata, ?Sesungguhnya neraka Jahanam memiliki tujuh buah pintu. Yang paling menakutkan, paling panas, dan paling bisuk baunya adalah pintu yang diperuntukkan bagi para pezina yang melakukan perbuatan tersebut setelah mengetahui hukumnya.?
Dari Ghazwan ibn Jarir,dri ayahnya bahwa mereka berbicara kepada Ali ibn Abi Thalib mengenai beberapa perbuatan keji. Lantas Ali r.a. berkata kepada mereka, ?Apakah kalian tahu perbuatan zina yang paling keji di sisi Allah Jalla Sya?nuhu?? Mereka berkata, ?Wahai Amir al-Mukminin, semua bentuk zina adalah perbuatan keji di sisi Allah.? Ali r.a. berkata, ?Akan tetapi, aku akan memberitahukan kepada kalian sebuah bentuk perbuatan zina yang paling keji di sisi Allah Tabaaraka wa Taala, yaitu seorang hamba berzina dengan istri tetangganya yang muslim. Dengan demikian, dia telah menjadi pezina dan merusak istri seorang lelaki muslim.? Kemudian, Ali r.a. berkata lagi, ?Sesungguhnya akan dikirim kepada manusia sebuah aroma bisuk pada hari kiamat, sehingga semua orang yang baik maupun orang yang buruk merasa tersiksa dengan bau tersebut. Bahkan, aroma itu melekat di setiap manusia, sehingga ada seseorang yang menyeru untuk memperdengarkan suaranya kepada semua manusia, ?Apakah kalian tahu, bau apakah yang telah menyiksa penciuman kalian?? Mereka menjawab, ?Demi Allah, kami tidak mengetahuinya. Hanya saja yang paling mengherankan, bau tersebut sampai kepada masing-masing orang dari kita.? Lantas suara itu kembali terdengar, ?Sesungguhnya itu adalah aroma alat kelamin para pezina yang menghadap Allah dengan membawa dosa zina dan belum sempat bertobat dari dosa tersebut.?
Bukankah banyak kejadian orang-orang yang berpacaran dan bercinta-cinta dengan orang yang telah berkeluarga? Jadi, pacaran tidak hanya mereka yang masih bujangan dan gadis, tetapi dari uisa akil balig hingga kakek nenek bisa berbuat seperti yang diancam oleh hukuman Allah tersebut di atas. Hanya saja, yang umum kelihatan melakukan pacaran adalah para remaja.
Namun, bukan berarti tidak ada solusi dalam Islam untuk berhubungan dengan nonmahram. Dalam Islam hubungan nonmahram ini diakomodasi dalam lembaga perkawinan melalui sistem khitbah/lamaran dan pernikahan.
?Hai golongan pemuda, siapa di antara kamu yang mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih memelihara kemaluan. Tetapi, siapa yang tidak mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengurangi syahwat.? (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darami).
Selain dua hal tersebut di atas, baik itu dinamakan hubungan teman, pergaulan laki perempuan tanpa perasaan, ataupun hubungan profesional, ataupun pacaran, ataupun pergaulan guru dan murid, bahkan pergaulan antar-tetangga yang melanggar aturan di atas adalah haram, meskipun Islam tidak mengingkari adanya rasa suka atau bahkan cinta. Anda bahkan diperbolehkan suka kepada laki-laki yang bukan mahram, tetapi Anda diharamkan mengadakan hubungan terbuka dengan nonmahram tanpa mematuhi aturan di atas. Maka, hubungan atau jenis pergaulan yang Anda sebutkan dalam pertanyaan Anda adalah haram. Kalau masih ingin juga, Anda harus ditemani kakak laki-laki ataupun mahram laki-laki Anda dan Anda harus berhijab dan berjilbab agar memenuhi aturan yang telah ditetapkan Islam.
Hidup di dunia yang singkat ini kita siapkan untuk memperoleh kemenangan di hari akhirat kelak. Oleh karena itu, marilah kita mulai hidup ini dengan bersungguh-sungguh dan jangan bermain-main. Kita berusaha dan berdoa mengharap pertolongan Allah agar diberi kekuatan untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Semoga Allah menolong kita, amin.
Adapun pertanyaan berikutnya kami jawab bahwa cara mengetahui sifat calon pasangan adalah bisa tanya secara langsung dengan memakai pendamping (penengah) yang mahram. Atau, bisa melalui perantara, baik itu dari keluarga atau saudara kita sendiri ataupun dari orang lain yang dapat dipercaya. Hal ini berlaku bagi kedua belah pihak. Kemudian, bagi seorang laki-laki yang menyukai wanita yang hendak dinikahinya, sebelum dilangsungkan pernikahan, maka baginya diizinkan untuk melihat calon pasangannya untuk memantapkan hatinya dan agar tidak kecewa di kemudian hari.
?Apabila seseorang hendak meminang seorang wanita kemudian ia dapat melihat sebagian yang dikiranya dapat menarik untuk menikahinya, maka kerjakanlah.? (HR Abu Daud).
Hal-hal yang mungkin dapat dilakukan sebagai persiapan seorang muslim apabila hendak melangsungkan pernikahan.
1. Memilih calon pasangan yang tepat.
2. Diproses melalui musyawarah dengan orang tua.
3. Melakukan salat istikharah.
4. Mempersiapkan nafkah lahir dan batin.
5. Mempelajari petunjuk agama tentang pernikahan.
6. Membaca sirah nabawiyah, khususnya yang menyangkut rumah tangga Rasulullah saw.
7. Menyelesaikan persyaratan administratif sesui dengan peraturan daerah tempat tinggal.
8. Melakukan khitbah/pinangan.
9. Memperbanyak taqarrub kepada Allah supaya memperoleh kelancaran.
10. Mempersiapkan walimah.

Persiapan sebelum menikah (PraNikah) secara Islami

Fiqih Pacaran

Ibnu Qayyim Al-Juziyah (atau Al-Jauziyyah) sungguh menakjubkan. Inilah yang kami rasakan ketika membaca buku terjemahan kitab beliau, Raudhatul Muhibbiin, yang berjudul Taman Orang-orang Jatuh Cinta, terj. Bahrun AI Zubaidi, Lc (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006).
Bagaimana tidak menakjubkan? Di buku setebal 930 halaman tersebut, orang yang jatuh cinta ditawari “rahmat dan syafaat” (hlm. 715 dst.). Selain itu, beliau mengarahkan pembaca untuk “menyeimbangkan dorongan hawa nafsu dan potensi akal” (hlm. 29 dst.). Hal-hal semacam ini jarang kami temui di buku-buku percintaan yang pernah kami baca.
Memang, sebagaimana ulama-ulama besar lainnya, beliau pun menekankan “cinta kepada Allah” dan “cinta karena Allah” (hlm. 550). Namun, beliau ternyata juga membicarakan fenomena “pacaran islami”, suatu topik sensitif yang sering dihindari banyak ulama. Beliau mengungkapkannya (bersama-sama dengan persoalan lain yang relevan) di sub-bab “Berbagai hadits, atsar, dan riwayat yang menceritakan keutamaan memelihara kesucian diri” dan “Cinta yang suci tetap menjadi kebanggaan” (hlm. 607-665).
Di situ, kami jumpai istilah “pacaran” muncul tujuh kali, yaitu di halaman 617, 621 (lima kali), dan 658. Adapun istilah-istilah lain yang menunjukkan keberadaan aktivitas tersebut adalah “bercinta” (hlm. 650), “gayung bersambut” (hlm. 613), “saling mengutarakan rasa cinta” (hlm. 620-621), “mengapeli” (hlm. 642-643), “berdekatan” (hlm. 617), dan sebagainya.
Sekurang-kurangnya, kami jumpai ada sembilan contoh praktek pacaran islami yang diceritakan oleh Ibnu Qayyim di situ. Dari contoh-contoh itu, dan dari keterangan beliau di buku tersebut, kami berusaha mengenali ciri khas “pacaran islami” ala Raudhatul Muhibbiin. Ini dia tujuh diantaranya:
  1. mengutamakan akhirat
  2. mencintai karena Allah
  3. membutuhkan pengawasan Allah dan orang lain
  4. menyimak kata-kata yang makruf
  5. tidak menyentuh sang pacar
  6. menjaga pandangan
  7. seperti berpuasa
1) MENGUTAMAKAN AKHIRAT
Pada dua contoh, pelaku “pacaran islami” ditawari kenikmatan duniawi (zina), tetapi menolaknya dengan alasan ayat QS Az-Zukhruf [43]: 67, “Teman-teman akrab pada hari [kiamat] itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (hlm. 616 dan 655) Maksudnya, mereka yang islam itu lebih memilih kenikmatan ukhrawi daripada kenikmatan duniawi (ketika dua macam kenikmatan ini bertentangan).
Adapun pada bab terakhir, Ibnu Qayyim (dengan berlandaskan QS Al-Insaan [76]: 12) menyatakan, “Barang siapa yang mempersempit dirinya [di dunia] dengan menentang kemauan hawa nafsu, niscaya Allah akan meluaskan kuburnya dan memberinya keleluasaan di hari kemudian.” (hlm. 918)
2) MENCINTAI KARENA ALLAH
Pada suatu contoh, diungkapkan syair: “Sesunggguhnya aku merasa malu kepada kekasihku bila melakukan hal yang mencurigakan; dan jika diajak untuk hal yang baik, aku pun berbuat yang baik.” (hlm. 656)
Syair tersebut menggambarkan bahwa percintaannya “menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya” (hlm. 550). Menghindari hal yang mencurigakan dan menerima ajakan berbuat baik itu diridhai Dia, bukan?
Lantas, apa hubungannya dengan “cinta karena Allah”? Perhatikan:
Yang dimaksud dengan cinta karena Allah ialah hal-hal yang termasuk ke dalam pengertian kesempurnaan cinta kepada-Nya dan berbagai tuntutannya, bukan keharusannya. Karena sesungguhnya cinta kepada Sang Kekasih menuntut yang bersangkutan untuk mencintai pula apa yang disukai oleh Kekasihnya dan juga mencintai segala sesuatu yang dapat membantunya untuk dapat mencintai-Nya serta menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya dan berdekatan dengan-Nya. (hlm. 550)
3) MEMBUTUHKAN PENGAWASAN ALLAH DAN ORANG LAIN
Pada suatu contoh, pelaku “pacaran islami” bersyair: “Aku punya Pengawas yang tidak boleh kukhianati; dan engkau pun punya Pengawas pula” (hlm. 628).
Pada satu contoh lainnya, Muhammad bin Sirin mengabarkan bahwa “dahulu mereka, saat melakukan pacaran, tidak pernah melakukan hal-hal yang mencurigakan. Seorang lelaki yang mencintai wanita suatu kaum, datang dengan terus-terang kepada mereka dan hanya berbicara dengan mereka tanpa ada suatu kemungkaran pun yang dilakukannya di kalangan mereka” (hlm. 621).
4) MENYIMAK KATA-KATA YANG MAKRUF
Pada suatu contoh, ‘Utsman Al-Hizami mengabarkan, “Keduanya saling bertanya dan wanita itu meminta kepada Nushaib untuk menceritakan pengalamannya dalam bentuk bait-bait syair, maka Nushaib mengabulkan permintaannya, lalu mendendangkan bait-bait syair untuknya.” (hlm. 620)
Pada enam contoh, para pelaku pacaran islami “saling mengutarakan rasa cintanya masing-masing melalui bait-bait syair yang indah dan menarik” (hlm. 620-621).
Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami mengabarkan, “Demi Tuhan yang telah mencabut nyawanya, diasama sekali tidak pernah mengucapkan kata-kata yang mesum hingga kematian memisahkan antara aku dan dia.” (hlm. 628)
5) TIDAK MENYENTUH SANG PACAR
Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami menganggap jabat tangan “sebagai perbuatan yang tabu” (hlm. 628).
Pada dua contoh, pelaku pacaran islami tidak pernah menyentuhkan tangannya ke tubuh pacarnya. (hlm. 634)
Pada satu contoh lainnya, pelaku pacaran islami “berdekatan tetapi tanpa bersentuhan” (hlm. 621).
Sementara itu, Ibnu Qayyim mengecam gaya pacaran jahili di zaman beliau. Mengutip kata-kata Hisyam bin Hassan, “yang terjadi pada masa sekarang, mereka masih belum puas dalam berpacaran, kecuali dengan melakukan hubungan sebadan alias bersetubuh” (hlm. 621).
6) MENJAGA PANDANGAN
Di antara contoh-contoh itu, terdapat satu kasus (hlm. 617) yang menunjukkan bahwa si pelaku pacaran islami “dapat melihat” kekasihnya. Akan tetapi, Ibnu Qayyim telah mengatakan “bahwa pandangan yang dianjurkan oleh Allah SWT sebagai pandangan yang diberi pahala kepada pelakunya adalah pandangan yang sesuai dengan perintah-Nya, yaitu pandangan yang bertujuan untuk mengenal Tuhannya dan mencintai-Nya, bukan pandangan ala setan” (hlm. 241).
7) SEPERTI BERPUASA
Ibnu Qayyim menyimpulkan:
Demikianlah kisah-kisah yang menggambarkan kesucian mereka dalam bercinta. Motivasi yang mendorong mereka untuk memelihara kesuciannya paling utama ialah mengagungkan Yang Mahaperkasa, kemudian berhasrat untuk dapat menikahi bidadari nan cantik di negeri yang kekal (surga). Karena sesungguhnya barang siapa yang melampiaskan kesenangannya di negeri ini untuk hal-hal yang diharamkan, maka Allah tidak akan memberinya kenikmatan bidadari nan cantik di negeri sana…. (hlm. 650)
Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba bersikap waspada dalam memilih salah satu di antara dua kenikmatan [seksual] itu bagi dirinya dan tiada jalan lain baginya kecuali harus merasa puas dengan salah satunya, karena sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan bagi orang yang menghabiskan semua kesenangan dan kenikmatan dirinya dalam kehidupan dunia ini, seperti orang yang berpuasa dan menahan diri darinya buat nanti pada hari berbukanya saat meninggalkan dunia ini manakala dia bersua dengan Allah SWT. (hlm. 650-651)
Begitulah tujuh ciri khas pacaran islami ala Raudhatul Muhibbiin dalam pandangan kami. Bagaimana dengan Anda? Tolonglah beritahu kami apa saja ciri khas pacaran islami ala Raudhatul Muhibbiin dalam pandangan Anda!
Selingkuh Menurut Islam
Posted by admin on April 24th, 2009
Selingkuh, dari segi bahasa saja sudah mengandung makna negative. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, selingkuh mempunyai makna yang banyak :
1. tidak berterus terang
2. tidak jujur atau serong
3. suka menyembunyikan sesuatu
4. korup atau menggelapkan uang
5. memudah-mudahkan perceraian
Kelima-limanya dapat terjadi pada waktu, kondisi apapun dan dapat ditimbulkan oleh siapapun. Kelima-limanya tersebut tidak disukai oleh agama dan telah disebut dengan pelanggaran, melanggar perintah Allah. Jika kelima-limanya tersebut terjadi dalam keluarga maka telah terjadi perselingkuhan dalam keluarga yang sekarang akan dibahas. Contohnya, apabila seorang isteri diam-diam mengambil uang suaminya tanpa memberitahu itu sudah termasuk selingkuh. Jika seorang suami sebenarnya mendapatkan penghasilan 1 juta namun dilaporkan kepada isterinya hanya 500 ribu, maka itupun sudah termasuk selingkuh. Puncak selingkuh dalam keluarga adalah salah satu pihak telah menjalin hubungan dengan pria/wanita idaman lain (PIL/WIL) tanpa sepengetahuan
pasangannya.
Ada ayat dalam Al-Quran, Surat An-Nisa yang menjelaskan bahwa betapa dekatnya arti pasangan dengan diri kita sendiri, bahkan jikalau memang harus bercerai, mahar yang telah diberikan kepada isterinya dahulu tidak boleh diminta kembali. Berikut bunyinya :
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?”. (QS.4:20) “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur/AFDHO) dengan sebagian yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. 4:21)
Mari lihat lebih dalam lagi sebenarnya apa arti AFDHO dalam Surat 4:21 diatas. AFDHO berasal dari kata FADHO yang artinya angkasa luar. Angkasa luar itu mempunyai ruang yang sangat luas, tanpa batas dan terbuka. Karena itu hendaknya hubungan suami isteri semestinya seperti angkasa luar ini, tidak ada batas di antara suami isteri, dan se-terbuka-terbukanya diantara keduanya. Kalau masih ada gengsi, takut-takut dan sembunyi-sembunyi terhadap sesuatu sekecil apapun diantara keduanya maka belum mengikuti kehendak dan keinginan Allah tersebut. Allah menginginkan antara kita dan pasangan kita adalah saling terbuka. Pasangan adalah diri kita. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari diri kamu, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(QS.30:21)
Kita lihat ayat diatas. Allah mengatakan Dia telah menciptakan untukmu isteri-isteri dari diri kamu. Apa maknanya ? Maknanya adalah pasangan kita sesungguhnya adalah diri kita. Maukah kita merugikan diri Anda sendiri dalam arti merugikan pasangan Anda ? Maukah Anda menyakiti diri sendiri artinya menyakiti pasangan Anda yang merupakan diri Anda sendiri ? Pasangan kita adalah diri kita. Apabila kita menginginkan sesuatu maka sebelum kita mengucapkan, suami/isteri kita sudah dapat menebaknya dengan tepat apa yang kita inginkan, karena dia adalah diri kita. Begitu juga sebaliknya karena kita juga adalah dirinya. Semakin terjadi persesuaian suami-isteri, akan semakin bahagia mereka.
Hidup bersama dengan pasangan, mempunyai arti sesungguhnya yang amat dalam. Hidup itu adalah ditandai dengan gerak, bisa merasakan dan dirinya tahu. Kalau Anda hidup bersama dengan pasangan, maka gerak langkah secara bersama, pengetahuan Anda dan pasangan bersama-sama tahu dan mencari tahu terhadap segala hal dan masalah yang sedang dihadapi, dan Anda bersama pasangan Anda mempunyai perasaan yang sama. Kalau pasangan Anda tidak menyukai sesuatu pada diri Anda, maka ubahlah diri Anda. Kalau pasangan Anda tidak menyukai dan tidak meridhai poligami, maka jangan Anda lukai diri Anda sendiri (pasangan
Anda) dengan poligami.
Dalam ajaran Islam, ada perintah musyawarah. Dalam Al-Quran, musyawarah ini digunakan 3 x, yaitu musyawarah untuk pujian,
musyawarah dalam kehidupan bermasyarakat dan musyawarah dalam hidup berumah tangga. Jadi dalam hidup berumah tangga, tidak ada yang tertutup sedikitpun, dan musyawarah membutuhkan kejujuran. Jadi jangan menyembunyikan sesuatu pada pasangan Anda.
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. …. dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS.65:6). Ada kasus khusus, memang ada sesuatu dalam kehidupan berumah tangga berbohong dibenarkan dalam rangka menyenangkan pasangan, yaitu gombal pada pasangannya. Begitu juga menyembunyikan sesuatu kalau dalam hal kemaslahatan bersama dan bukan untuk kepentingan pribadi, hal ini
dapat dibenarkan oleh Allah. Dalam sebuah hadits, ada seorang isteri sedang sendirian bersama anaknya yang sedang sakit keras,
suaminya sedang pergi mencari nafkah dan sudah lama perginya karena jaman dulu pergi mencari nafkah itu betul-betul memakan waktu lama, tidak ada transportasi yang cepat seperti sekarang. Anaknya yang sedang sakit ini, kemudian meninggal. Tak lama kemudian, suaminya pulang. Sesampai di rumah, suaminya menanyakan bagaimana kabarnya dan kabar anak mereka berdua ? Dijawab sang isteri karena tidak ingin memberikan berita buruk sebelum suaminya pulih betul istirahatnya, “anak kita sedang istirahat setenang-tenangnya”. Tenanglah suaminya karena tidak ada masalah dalam rumah yang kemarin ditinggalkannya.
Kemudian sang isteri melayani suaminya sepanjang malam. Esok paginya setelah suaminya bangun dan segar, kemudian isterinya baru mengabarkan keadaan anaknya yang sebenarnya pada sang suami, bahwa anaknya sudah meninggal, keadaannya sudah setenang-tenangnya. Sang suamipun sedih dan juga terenyuh akan kesabaran isterinya tapi sudah lebih kuat sehingga bisa menjadi tumpahan kesedihan dari sang isterinya sebaliknya atas kematian anak mereka.
Puncak perselingkuhan adalah perzinaan dengan pria/wanita lain. Dasar kehidupan rumah tangga adalah kepercayaan. Saling percaya di antara pasangan adalah hal yang paling pokok. Jika tidak ada lagi rasa percaya dan saling curiga maka perkawinan sudah bisa lagi berjalan. Apalagi jika salah satu menuduh pasangannya berzina dengan orang lain maka sudah masuk kategori cerai/thalaq abadi. Jika thalaq 1, thalaq 2 bahkan thalaq 3 (dalam thalaq 3 ada catatan telah menikah dulu dengan orang lain), suami bisa balik lagi kepada isterinya untuk menikah lagi atau sebaliknya (rujuk). Tapi kalau sudah menuduh berzina dengan 5 x ucap (Li’an) maka otomatis telah terjadi thalaq/cerai abadi. Hal itu terjadi karena mereka sudah tidak lagi saling percaya, sudah musnah rasa kepercayaan masing-masing. Tidak ada lagi kepercayaan maka tidak bisa balik. “Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la`nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. 24:6-7).
Karena itu, suami isteri dituntut untuk menghindarkan diri dari kecurigaan, dengan cara saling terbuka. Seringkali perceraian
terjadi karena tidak adanya keterbukaan, dan ini sudah termasuk selingkuh. Keterbukaan dan kejujuran ini bahkan sejak semula jauh sebelum pernikahan masih dalam rangka saling kenal mengenal sudah harus diterapkan.
Dalam sebuah hadits, disebutkan pesan Nabi, apabila salah seorang kamu mendatangi perempuan untuk dinikahi dan kamu menggunakan semir rambut, katakan kepadanya bahwa rambutmu telah disemir.
Kehidupan berumah tangga yang kita hadapi adalah berinteraksi dengan manusia bukan dengan alam. Manusia mempunyai perasaan. Timbulnya segala sesuatu termasuk pada diri manusia itu dimulai dengan adanya benih, termasuk cinta. Benih itu timbulnya dimulai dari perasaan. Oleh karena itu jika cinta ditujukan pada orang lain bukan pada isteri atau suaminya sendiri, hendaknya buru-buru disingkirkan. Jangan mengatakan bahwa “saya ga bisa menghapus cinta ini kepada dia (bukan suami/isterinya)”. Ada sebagian orang menyerah seolah dia tidak berdaya menghadapi perasaan yang timbul dalam dirinya karena mencintai orang lain yang bukan suami/isterinya, yang barangkali itu adalah cinta pertamanya atau sebab-sebab lainnya. Dia terus saja mengalah tidak berdaya, mengikuti dan menuruti kemauan hatinya yang sudah ternoda itu. Kemudian dengan mudahnya, ia menggunakan dalih taqdir yang menyebabkan dia bisa cinta ke orang lain tersebut. Padahal ada kesalahan yang disebabkan karena kita sadar dan ada pula kesalahan yang disebabkan karena kecerobohan kita. Kesalahan yang disebabkan kecerobohan ini, contohnya adalah bila ada seorang
perempuan yang diminta untuk menjaga seorang bayi yang sedang tertidur, kemudian perempuan itu pergi mengobrol dengan tetangganya dan terlena berjam-jam mengobrolnya. Ketika perempuan itu kembali ke bayi dan rupanya bayinya sudah terjatuh dari tempat tidur, maka bisakah kita katakan itu karena taqdirnya sang bayi ataukah disebabkan karena kecerobohan perempuan itu ? Tentu, karena kecerobohan perempuan itu dalam menjaga sang bayi. Nah, begitu juga dengan perasaan dan cinta kita kepada orang yang bukan suami/isteri kita sendiri, apakah itu disebabkan karena taqdir atau kecerobohan kita terlena pada cinta dan perasaan itu berjam-jam, berhari-hari bahkan bertahun-tahun yang bersemayam dari hati dan perasaan kita ?
Allah sudah melengkapi perangkat-perangkat di dalam diri agar kita bisa terlepas dan bebas, dan mampu membersihkan kesalahan-kesalahan kita yang lalu. Semua tergantung dari kesungguhan yang kita lakukan. Karena itu, segeralah untuk menghapus cinta dan perasaan pada orang yang bukan suami/isteri kita dan segera menyingkirkannya bukan sekedar mengubur cinta yang bukan untuk pasangannya. Karena kalau sekedar menguburnya, sesuatu itu masih ada terpendam yang sewaktu-waktu baik secara sadar atau tidak kita bisa membongkarnya kembali, berbeda halnya jika kita menghapusnya tuntas. Jika benih itu tidak segera disingkirkan maka lama-lama akan menjadi besar dan bertambah, dan akhirnya bisa menguasai jiwa dan menjadi dorongan, syetan nanti akan terus membantu jika tidak ada niatan atau tekad yang kuat untuk menyingkirkannya. Tidak ada dalih yang dapat dibenarkan sedikitpun tentang hal ini sejak masih dalam benih apalagi sampai besar. Jangan diperturutkan hati dan perasaan yang salah. Apalagi jika
membayangkan orang lain (bukan suami/isterinya) dalam berhubungan seks itupun sudah termasuk selingkuh, yang sejak dini berupa benihpun (masih dalam bayangan/imajinasi) tersebut untuk segera disingkirkan.
Ketidakjujuran juga termasuk benih dalam kehidupan berumahtangga, segera singkirkan pula. Ketidakjujuran jika terus dibiarkan dapat mengantar mereka kepada saling tidak percaya. Pekerjaan-pekerjaan itu ada yang dilakukan oleh hati dan juga oleh
anggota badan. Pekerjaan-pekerjaan hati dan pikiran adalah berfikir, berimajinasi dan berfantasi, jika pekerjaan-pekerjaan hati tersebut tidak mengarah kepada kebaikan segera singkirkan dan hapus, seperti imajinasi fantasi kepada orang lain bukan kepada suami/isteri Anda segera musnahkan. Kita harus memadamkan api sebelum dia berkobar. Jangan perturutkan hati dan terlena karenanya sedini mungkin. Jadi selingkuh mempunyai arti yang banyak dan tidak hanya sebatas selingkuh secara fisik tapi bisa karena hati dan pikiran (imajinasi/fantasi). Segera singkirkan sedini mungkin. Dan untuk mencegahnya, dalam hidup berumah tangga diperlukan adanya keterbukaan & kejujuran sebagai dasar pokok.
Tanya Jawab :
- Tanya : Bagaimanakah dengan Nikah Sirri ?
- Jawab : Kembali dulu kepada pengertian nikah sirri yang
sebenarnya. Nikah Sirri adalah nikah yang dirahasiakan dimana
kerahasiannya itu sampai batas-batasnya, hanya merahasiakan pada
orang lain. Batas-batasnya itu sampai dimana ? Batas-batasnya adalah
adanya wali perempuan, mempelai laki dan wanita, dan 2 orang saksi,
lalu ditambah aturan dalam Negara kita adalah tercatat dalam KUA. Jadi
Nikah Sirri itu sama dengan pernikahan biasa, hanyasanya nikah sirri
tidak dirayakan. Jika ada seorang menikah kemudian dia meminta utk
orang lain agar mengatakan bahwa dia belum menikah padahal sudah
menikah (apalagi berbohong pada isterinya), nah ini sudah diluar batas
dan dilarang oleh Allah, karena itu termasuk berbohong dan dusta.
Allah menyuruh jika kita menikah harus diumumkan.
Nikah yang tidak diketahui oleh isteri (apalagi tidak
diridhai/disukainya), itu dilarang dalam Islam sesuai dengan
pembahasan diatas, karena tidak jujur.
Apabila memang berniat untuk menikah lagi atas kesepakatan kedua
belah pihak, keridhaan dan keinginan kedua belah pihak karena
alasan-alasan yang dapat diterima menginginkan keturunan yang tidak
diperoleh melalui isterinya (Tafsir Al-Misbah Vol.3, Surat An-Nisa:4),
maka menikah lagi bagi sang suami tidak dilarang menurut agama.
Sekarang banyak fenomena dimana sang isteri tidak mengetahui,
suaminya mempunyai isteri-isteri lain dan anak-anak lain, karena
sembunyi-sembunyi dan tidak jujur pada isterinya. Selain itu, juga
banyak fenomena terjadi pemaksaan kehendak suami untuk menikah lagi.
Ini tidak diridhai oleh Allah karena sudah termasuk selingkuh.
- Tanya : Bagaimana jika kita tidak jujur pada anak-anak kita
?
- Jawab : Ada suatu pengertian yang hendaknya orang tua dan
anak harus mengerti sampai dimana batas anak harus berbakti pada orang
tuanya. Menurut Rasyid Ridha bahwa bukan termasuk anak berbakti
kepada orang tua apabila dengan cara mengikuti semua kehendak dan
keinginan orang tua menyangkut hak-hak anak. Orang tua menyuruh anak
dengan memaksa, maka itu sudah melanggar hak anak untuk bebas memilih.
Apabila anak mengikuti dengan terpaksa maka itu bukan dikategorikan
anak telah berbakti kepada orang tuanya.

Wassalamualaikum wr.wb,